Hari Penuh Amarah (?)
Semua berawal ketika sore hari, dimana saya ingin mencukur rambut saya. Maka berjalanlah saya menuju tukang cukur di perempatan. Ternyata penuh. Ketika saya menyebrang ke tukang cukur lain, ternyata si abangnya masih pulang kampung. Maka saya putuskan untuk kembali berjalan ke arah kanan untuk mencari tukang cukur lainnya. Sayangnya, tukang cukurnya juga masih tutup. Jadi, saya kembali ke perempatan berharap sudah kosong. Kenyataan berkata lain, tentu belum selesai. Kemudian, saya berjalan ke arah kiri, dan menemukan tukang cukur lainnya di turunan. Setali tiga uang, tempat tersebut tidak kalah penuh. Kurang beruntungnya lagi uang saya pas-pas-an, sehingga tidak bisa naik angkot. Apakah saya harus kembali ke rumah? Ataukah meneruskan perjalanan ke atas? Berhubung kepalang kotor, saya lanjutkan. Perjalanan panjang ditempuh, namun hasilnya mengecewakan. Penuh. Entah apa yang ada di otak orang-orang yang ingin mencukur rambut sekarang yang pasti itu cukup menjengkelkan. Tadinya saya ingin menunggu di sana, namun setelah saya cek harga, si 'duit pas-pas-an' tidak dapat menyanggupi. Tertera harga 13rb, sedangkan uang di kantong hanya 12rb. Cukup menyesal, tetapi saya tidak peduli. Kembali saya menuju tukang cukur di turunan. Kaki kotor, badan sedikit basah, letih, dan perasaan kesal mencerminkan keadaan saya ketika itu. Sampai, masuk, harganya terjangkau, maka saya pun duduk, menunggu giliran karena masih mengantre. Cukup lama, dan sepertinya memang rambut saya belum ingin dicukur karena tiba-tiba seorang kakek-kakek datang dan duduk di kursi cukur, menyerobot saya yang sudah lama menunggu. Bisa saja saya marah, namun azan telah berkumandang. Si tukang cukur pasti akan solat, yang artinya saya harus menunggu lebih lama. Dengan berat hati, saya terpaksa melangkahkan kaki ke rumah. Rasanya sih ingin melempar atau membanting sesuatu yang bisa melepaskan amarah saya, namun tidak saya lakukan. Memaafkan dan menahan amarah tidaklah mudah. Namun, jika kita bisa melakukannya, niscaya kita dapat menjadi pribadi yang jauh lebih baik.
Sampai di rumah, saya bergegas mandi untuk mendinginkan kepala saya, berharap emosi ini tidak berlanjut apalagi sampai menyebar. Ya setidaknya bisa terkurangi lah. Ambil positifnya saja karena dengan 'jalan sore' tadi, saya sedikit berolahraga yang dapat membugarkan tubuh. Lalalalalaaa~
Sampai di rumah, saya bergegas mandi untuk mendinginkan kepala saya, berharap emosi ini tidak berlanjut apalagi sampai menyebar. Ya setidaknya bisa terkurangi lah. Ambil positifnya saja karena dengan 'jalan sore' tadi, saya sedikit berolahraga yang dapat membugarkan tubuh. Lalalalalaaa~
Komentar
Posting Komentar