It doesn't call "MOS" Anymore

MOS a.k.a Masa Orientasi Siswa, sebuah kegiatan yang HARUS dijalani siswa yang baru saja masuk ke dalam tingkatan unit yang baru yang HARUSnya bertujuan untuk murid baru mengenal kakak-kakaknya dan lingkungan sekolahnya. Sayangnya, terkadang suka disalahgunakan sebahai ajang senioritas bagi kakak kelas kepada adik kelasnya. Namun, hal itu tidak ada di sekolah saya, SMA Bina Insani. Yang kami kenal di sini adalah Masa Taaruf yang merupakan kata dalam bahasa arab yang memiliki arti saling berkenalan. Konsepnya hampir sama, namun tak ada lagi namanya senioritas dan hukuman-hukuman fisik yang biasanya menyiksa. Tak ada istilah perploncoan karena kami ingin menghilangkan image buruk MOS. Bukan lagi tak kenal maka tak sayang, melainkan tak kenal maka taaruf. Semua dimulai dari hari Senin, 18 Juli 2011.

Sebelumnya, seluruh murid baru sudah melihat wajah kakak-kakak panitia pada hari Sabtu yang lalu. Setidaknya mereka tahu dulu bagaimana wajah-wajah tampan dan cantik kami. Mereka diberi tahu satu persatu pengurus OSIS dan juga MPK dimulai dari ketua umum, hingga anggota MPK. Setelahnya, mereka diberi tahu peraturan, juga peralatan yang HARUS dibawa. Tentu yang paling pasti adalah diberi teka-teki sulit tentang makanan yang perlu mereka bawa di hari Senin. Memang sudah menjadi rutinitas yang selalu dijalankan para peserta dari tahun ke tahun. Baru setelah itu mereka dilatih untuk menjadi petugas upacara bendera untuk hari Senin. Saya kebagian mengajar tura. Cukup memuaskan walaupun tidak memenuhi kriteria sempurna. Mungkin karena belum ada dasar, dan juga waktu latihan yang kurang.

Masuk ke hari Senin. Kami, panitia taaruf, diHARUSkan datang sebelum pukul 6. Bayangkan, liburan baru saja usai namun kami HARUS bangun super pagi untuk bisa datang tepat waktu. Pukul 5 sudah HARUS bangun. Tak terelakkan lagi baahwa saya HARUS mandi dan jujur saja bahwa itu sangat dingin hingga saya HARUS memakai sarung untuk berlindung dari rasa dingin itu. Setelah perjuangan panjang, saya masih bisa datang sebelum waktu yang ditentukan. Sedangkan bagi peserta, HARUS datang 6.30 waktu bagian ducun (yang aslinya merupakan alias teman saya).

Sekedar info, pada kegiatan ini, saya bertindak sebagai komdis a.k.a. komisi disiplin a.k.a. orang yang biasanya marah-marah dan ngehukum peserta. Saya heran bagaimana saya bisa mendapatkan tugas ini padahal biasanya saya terkenal sebagai anak yang baik-baik. Namun, tuntutan pekerjaan memaksa saya untuk profesional dalm melaksanakan tugas. Peserta datang, dan mereka langsung diperiksa dimulai dari barang, peralatan, dan juga atribut. Sangat banyak dari mereka yang memiliki salah. Telat, salah, dan lupa, alasan klasik. Kesalahan itu ditulis di kartu dosa, sebuah kartu berukuran 5x15 cm yang memang dibuat untuk itu. Masuk jam 7, kegiatan dimulai. Upacara bendera, lalu materi. Materi ini, materi itu, namun yang pasti pengecekan makanan adalah yang paling lucu karena biasanya mereka keliru mendefinisikan teka-teki dari kami dan biasanya pula salahnya itu tidak terduga dengan alasan yang lucu pula. Keuntungan lain adalah bagi mereka yang tidak ingin makan (seperti snack atau yang lainnya), maka bisa diberikan ke depan kepada kakak panitia yang artinya makanan ekstra. Hore! Selain itu, bagian menarik lainnya adala ketika di akhir, evaluasi. Cek rambut, cek kesalahan. Sekedar mengingatkan bahwa pelanggar aturan tidak akan mendapat ampunan apapun. Apabila mereka bisa bekerja sama, itu lebih baik bagi mereka. Terakhir, teka-teki memusingkan lagi. Mereka juga HARUS membawa coklat sebagai akibat kelalaian mereka melaksanakan tugas yang berujung pada penulisan di kartu dosa. Semoga sabar beserta mereka.

Hari kedua, tak jauh berbeda. Kembali pukul 6 panitia di sekolah, dan kami sudah bersiap menulis di kartu dosa. Kali ini tanpa ampun kepada peserta yang sepatunya tidak 100% hitam. Mereka HARUS menggantinya dengan kantong plastik hitam yang telah kami sediakan (walau kami tak ingin). Setelah periksa kelengkapan, mereka berkumpul di aula. Tema hari kedua adalah mengenai keagamaan. Kami solat dhuha, yang dilanjut dengan kultum (dari saya), yang dilanjut lagi dengan tadarus alquran. Selanjutnya, ada permainan dari kakak panitia. Mereka akan berjalan dari pos ke pos dengan tugas khusus di masing-masing tempat. Biasalah, tentunya disertai ketegasan supaya mereka tidak cengengesan. Lima pos yang HARUS dilewati dengan tujuan untuk melatih kerjasama, disiplin, ketangkasan, kejujuran, dan logika untuk pemecahan setiap masalah. Setelah zuhur, peserta diminta meminta tanda tangan panitia dan guru untuk mereka mengenal lebih jauh. Namun, prioritas adalah pada tim inti. Tentunya kami memberi tantangan ekstra bagi mereka dengan berdiam di tempat tak terduga, dan kepelitan luar biasa, contohnya saya. Mereka yang ingin mendapatkan tandatangan saya HARUS menempatkan saya di nomor urut ke 18 (yang notabene nomor favorit saya) dengan isi atasnya penuh. Hasilnya, hanya seorang saja yang bisa. Terpaksa, pada saat evaluasi kami HARUS marah-marah (untuk menambah ketegangan) dengan alasan mengapa untuk sebuah tanda tangan dari OSIS inti saja tidak bisa didapat. Mereka terus ditekan ke titik hampir terendah. Berhubung sudah waktu melewati sore, we have to cut the cr*p. Lagi, teka-teki, serta kado permintaan maaf karena tidak mengenal kakak panitia. Awas kalo bandel lagi!

Setelah semua pulang, kami menghitung OSIS Award (yang kami dapatkan dari kertas vote yang diberikan sebelumnya. Lucu melihat hal-hal yang tak terduga seperti terpilihnya saya sebagai kakak tergalak. Serem.

Hari terakhir, masih sama. Hanya saja, pelanggar semakin berkurang. Baguslah, setidaknya mereka bisa mengerti. By the way, kegiatan ini juga di sponsori oleh Pocari Sweat, dan di hari akhir mereka taaruf ini, Pocari mengadakan outbound bagi peserta, dan bagi-bagi Pocari gratis. Kapan lagi dapat yang gratis. Setelahnya, DLLAJ datang mengisi. Lalu, seusai solat, ada pengenalan OKK (Organisasi Kepemimpinan dan Kepribadian) yang akan dilaksanakan Jumat mendatang. Puncaknya adalah ketika teman kami, Rika, marah besar karena ada yang memberikan dirinya kado yang isinya sampah. Sekali lagi, sampah. Tentu siapapun yang diberi sampah akan marah. Marah besar, namun ketika ditanya kepada siswa taaruf, mereka tak ada yang mengaku. Merka terus tertekan karena kami marah, kesal karena kami merasa tindakan kami selama 3 hari ini seolah sia-sia. Keadaan bertambah parah ketika twitter diexpose melalui capture yang kami dapatkan. Tertunjuklah salah satu peserta. Kami bertanya kenapa dia berkata demikian. Kami tanya apakah ia yang berbuat demikian, yang tega memberi sampah kepadanya. "Bukan" jawabnya. Ada juga korban lain, namun tetap tidak ada yang mengaku. "SIAPA?!" tanya kami. Tak ada yang mengaku, dan tentu saja tak akan ada karena memang kami yang membuatnya. Haha kena deh. Kami hanya ingin memberi hal yang mengesankan bagi mereka tapi ternyata ada yang terlalu mengambil hati terhadap perbuatan kami hingga ia nangis. Cep cep cep, jangan nangis. Setidaknya drama kami sukses.

Penutupan, sambutan pak kepala sekolah, dan juga pembagian hadiah. Lega rasanya baik bagi kami maupun bagi mereka. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Thanks all :)

(Other story:
Setelah selesai, kami HARUS memindahkan sembako yang diberikan peserta dari ruangan kelas. Padahal kami tidak tahu HARUS dipindah kemana selain ruang OSIS yang notabene full of trash karena tak pernah diurus. Terpaksa sisa dari kami di sekolah (yaitu saya, Dika, Dimas, dan Dias) merapikan ruang OSIS. Benar-benar berantakan, dan penuh barang tak berguna. Biasanya hasil karya lomba siswa yang tak sempat dipajang. Terpaksa pula kami buang karena sudah berdebu dan tak enak dipandang. Namun, kerja keras lebih HARUS kami keluarkan untuk membereskan segala kekacauan ini. Akhirnya, ruangan menjadi terlihat rapi dan terasa nyaman, minimal bisa menaruh sembako tadi. Kalau ada tujuan, pasti akan ada usaha lebih untuk menggapainya.)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Pustaka Mudah dengan Mendeley

Daftar Isi Otomatis dari Microsoft Word

Target 2015