Aduh, NII..
Maraknya kasus terorisme dan juga dugaan cuci otak yang dilakukan Negara Islam Indonesia (NII) menggemparkan banyak pihak. Adanya korban "cuci otak" yang diduga dilakukan oleh kelompok NII mencuat di sejumlah daerah. Sejumlah mahasiswa menghilang dan diketahhui menjadi korban "cuci otak" yang direkrut oleh NII. Biasanya, para anggota NII mendekati dan merekrut mahasiswa yang baru masuk ke bangku perkuliahan. Mereka biasanya didekati dengan modus diminta menjadi responden penelitian. Ini sangat memprihatinkan. Mahasiswa yang seharusnya menjadi penerus bangsa malah membelot ke jalan yang salah, melakukan tindakan tidak baik, dan bertentangan dengan berbagai pihak.
NII juga disebut-sebut menarik minat calon korbannya dengan memberikan kebebasan untuk memilih gadis cantik sebagai calon istri saat acara pengajian khusus komunitas NII. Dalam proses tersebut, mubalig NII menjelaskan konsep Islam dan negara menurut NII. Tidak lupa, dimintai pula uang mahar senilai Rp 1 juta. Konyol, ada alasan dibalik tujuan. Berbagai cara dilakukan agar mereka dapat merekrut banyak orang baru, plus tambahan uang sebagai “biaya pendaftaran.” Padahal, jika mereka tahu, maka mereka akan menyesal telah salah memilih.
Ajaran NII menolak Pancasila, sehingga harus segera dibubarkan. Gerakan ini berisi ajaran-ajaran yang sangat bertolak belakang dengan ideologi Pancasila. Jika nilai-nilai Pancasila ini dikesampingkan akibat bentuk-bentuk gerakan seperti NII, bangsa ini tidak akan memiliki pegangan ketika menghadapi masa globalisasi karena adanya pemikiran baru yang terbentuk.
Selain banyak ajaran yang tidak bisa diterima, aktivis NII juga kerap mendatangi rumah anggotanya untuk menagih uang mahar. Jika ingin keluar dari NII, ancaman bahwa siapa pun yang membelot dari komunitas itu akan dihukum pancung membuat mereka yang sudah masuk harus berpikir ekstra. Sudah tidak benar ajaran yang seperti ini. Segala sesuatunya berhubungan dengan uang, dan semua menjadi tidak masuk akal.
Sayangnya, pemerintah sulit mengantisipasi munculnya gerakan radikal, termasuk NII. Ini tidak terlepas dari masalah kesejahteraan dan pendidikan. Negara harus betul-betul mengayomi dan memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada warganya. Aparat hanya bisa melakukan tindakan setelah ada kejadian. Minimal kita harus waspadai diri kita masing-masing agar tidak terjerumus.
NII juga disebut-sebut menarik minat calon korbannya dengan memberikan kebebasan untuk memilih gadis cantik sebagai calon istri saat acara pengajian khusus komunitas NII. Dalam proses tersebut, mubalig NII menjelaskan konsep Islam dan negara menurut NII. Tidak lupa, dimintai pula uang mahar senilai Rp 1 juta. Konyol, ada alasan dibalik tujuan. Berbagai cara dilakukan agar mereka dapat merekrut banyak orang baru, plus tambahan uang sebagai “biaya pendaftaran.” Padahal, jika mereka tahu, maka mereka akan menyesal telah salah memilih.
Ajaran NII menolak Pancasila, sehingga harus segera dibubarkan. Gerakan ini berisi ajaran-ajaran yang sangat bertolak belakang dengan ideologi Pancasila. Jika nilai-nilai Pancasila ini dikesampingkan akibat bentuk-bentuk gerakan seperti NII, bangsa ini tidak akan memiliki pegangan ketika menghadapi masa globalisasi karena adanya pemikiran baru yang terbentuk.
Selain banyak ajaran yang tidak bisa diterima, aktivis NII juga kerap mendatangi rumah anggotanya untuk menagih uang mahar. Jika ingin keluar dari NII, ancaman bahwa siapa pun yang membelot dari komunitas itu akan dihukum pancung membuat mereka yang sudah masuk harus berpikir ekstra. Sudah tidak benar ajaran yang seperti ini. Segala sesuatunya berhubungan dengan uang, dan semua menjadi tidak masuk akal.
Sayangnya, pemerintah sulit mengantisipasi munculnya gerakan radikal, termasuk NII. Ini tidak terlepas dari masalah kesejahteraan dan pendidikan. Negara harus betul-betul mengayomi dan memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada warganya. Aparat hanya bisa melakukan tindakan setelah ada kejadian. Minimal kita harus waspadai diri kita masing-masing agar tidak terjerumus.
Komentar
Posting Komentar