Filosofi Sepakbola (Part 1): Strategi
Gue suka
menonton pertandingan sepakbola. Jika itu merupakan duel antara dua tim besar,
maka akan sangat menarik karena (biasanya) kedua tim saling melempar serangan
untuk dapat mencetak gol untuk memenangkan pertandingan tersebut. Namun, mereka
juga tidak boleh melupakan pertahanan mereka sehingga lawan tidak dapat
membobol gawang mereka. Kita juga disajikan dengan dribble cantik pemain-pemain hebat seperti Cristiano Ronaldo
ataupun Lionel Messi yang dengan mudahnya melewati 3-4 pemain dan kemudian
mencetak gol. Tak kalah menarik melihat bahwa banyak poin dalam sepakbola yang
dapat kita terapkan dalam hidup kita.
Buat para
penggemar *dan buat para bukan penggemar juga*, mungkin sudah tahu bahwa
sepakbola merupakan permainan 11 vs 11 pemain selama 90 menit. Komposisi formasi
pemain terdiri dari satu penjaga gawang (kiper), dan kombinasi antara pemain
bertahan (bek), pemain tengah (gelandang), dan penyerang. Secara sederhana,
pemain bertahan bertugas untuk bertahan membantu kiper, gelandang menjadi “kreator”
permainan, dan penyerang bertugas untuk mencetak gol. Namun pada nyatanya
fungsi tersebut tidaklah baku. Kita akan sampai di bagian itu nanti.
Poin
pertama yang coba gue angkat: strategi.
Biasanya, strategi permainan sepakbola dirancang oleh seorang manajer (pelatih). Sebut saja pelatih
legenda dengan strategi bermain yang luar biasa, seperti Sir Alex Ferguson,
atau pelatih terkenal yang sekarang masih melatih seperti Josep Guardiola, Jose
Mourinho, dan Arsene Wenger. Bagaimana kalau kita yang menjadi seorang manajer?
Coba aja iseng memperhatikan kombinasi yang mungkin. Kita awali dengan mengurangi 11 pemain menjadi 10 pemain karena
kiper tidak dapat diubah posisinya. Sekadar informasi, formasi klasik menggunakan
pola 4-4-2 (4 bek, 4 gelandang, dan 2 penyerang). Namun, jika kita membuat
sebuah permutasi, maka kita bisa dapatkan pola [3-4-3], [3-5-2], [3-6-1], [4-2-4]*,
[4-3-3], [4-4-2] (klasik), [4-5-1], [4-6-0]*, [5-3-2], [5-4-1], dan seterusnya.
Formasi [1-X-X] ataupun [2-X-X] jarang (lebih tepatnya tidak) digunakan karena
jumlah tersebut terlalu sedikit dan dalam, ataupun [6-X-X], [7-X-X], ... karena
jumlah tersebut terlalu banyak. Bahkan formasi dengan tanda (*) juga tidak
sering dipakai (coba perkirakan sendiri alasannya). Memang, formasi-formasi
yang jarang digunakan ini bisa saja digunakan sebagai strategi dalam permainan,
namun bukan menjadi pola utama.
Jika kita
menelaah masing-masing pola, akan terlihat sebuah kemungkinan. Dalam hal ini,
gue lebih merujuk ke arah untung rugi dalam memilih formasi. Pola [3-4-3]
membuat jumlah bek menjadi lebih sedikit sehingga mungkin saja memudahkan lawan
untuk melewati mereka dan mencetak gol. Namun, kekurangan ini diiringi dengan
lebih banyaknya pemain tengah untuk mengolah bola agar tidak mudah direbut
lawan. Apalagi jika menggunakan pola [3-5-2] karena gelandang yang tersedia
menjadi lima orang. Namun, kita dapat melihat bahwa jumlah penyerang berkurang
(3 menjadi 2) sehingga mungkin saja daya gedor tim melemah. Maka kita dapat
menerapkan pemikiran yang sama untuk pola yang lain.
Kita sudah
melihat untung rugi penggunaan suatu pola. Sekarang tinggal bagaimana pelatih
menerapkan strategi yang tepat untuk melawan strategi tim musuh. Salah strategi
berarti bunuh diri, apalagi tanpa strategi. Begitupun kehidupan kita. Dalam
melakukan segala sesuatu, ada baiknya kita merancang strategi terlebih dahulu
dalam segala kegiatan kita. Strategi belajar, misalnya, ataupun strategi
mengelola uang. Tanpa strategi yang tepat, kita akan kalah (IP bisa jeblok,
dompet bisa kosong, dll.). Tak bisa dipungkiri bahwa strategi juga didapat dari
pengalaman. Namun, ya, jangan sampai, lah, ya, harus menunggu jatuh dulu baru
menyusun strategi. Bisa saja semua sudah terlambat :(
Part 2
dilanjut besok ya (eh, malam ini)...
Komentar
Posting Komentar