Betapa...

Selasa, 13/04/10

Inilah Kami... Seperti beberapa waktu yang lalu, sepulang sekolah biasanya saya berjalan kaki dari Bina Insani, hingga LIA Jl. Baru. Kali ini saya ditemani my classic partner, Dias, dan juga new comer, Ody. Biasanya Ody naik angkot yang arahnya berlawanan dari saya dan Dias. Namun, pada kesempatan ini, ia ingin membeli sepatu di Ekalokasari Plaza, sehingga arahnya menjadi sama dengan kami. Ok, ceritanya begini. Berhubung kami trio mungil (hanya saya yang lebih berat dari 60 Kg, sehingga diikut sertakan pada yang mungil-mungil, hahaha), kami berjalan satu banjar, pas satu trotoar. Nah, Jl. K.H. Sholeh Iskandar ini masih cukup padat dan menyebabkan kemacetan, sehingga banyak pengguna sepeda motor "nakal" melintasi trotoar sebagai jalur alternative untuk mempersingkat perjalanan. Tiba-tiba, dari belakang ada motor membunyikan klaksonnya. Kami masih memberi jalan untuk mereka. Namun, lama-lama kami menjadi terganggu dan mulai berpikir, "Trotoar kan untuk pejalan kaki? Kenapa motor lewat harus diberi jalan??" Maka kamipun menggunakan filosofi tersebut. Ketika ada motor lewat, kami membuat benteng kokoh sambil berjalan dengan saaaaangaaaat santai, tanpa member celah sedikitpun bagi mereka untuk lewat. Beberapa dari mereka yang masih bisa berpikir tidak bermasalah dengan kami, karena memang sebenarnya mereka yang salah. Namun, ada juga beberapa dari mereka yang "kurang pintar." Mereka terus membunyikan klakson mereka pada kami. Bukannya member jalan, kami malah berjalan semakin semena-mena seolah kamilah pemilik jalan tersebut. Setelah ada jalan, maka ia kembali ke jalan yang benar. Namun, tampaknya ia tidak senang. Ia memandang kami dengan mata tajam dan culas. Sepertinya ia sangat kesal. Lantas, apakah kami takut? Tentu tidak. Kami malah membalasnya dengan olok-olok bahwasalnya trootoar merupakan tempat bagi pejalan kaki. Puas rasanya. Memang, kami berani begini karena kami bertiga. Kalau tidak, mungkin kami tidak terlalu seperti ini karena takut ada seorang dari yang ?nakal? turun dan menantang kami. Kalau bertiga kan masih aman. Hahaha. Kamipun berpisah dengan Dias karena ia naik angkot 32.
Di tengah perjalanan saya dan Ody dengan bus Pusaka, kami berbincang-bincang dan tertawa sendiri. Mengapa? Karena, ketika kami berjalan, memang kita sebal dengan pengguna motor yang sembarangan. Namun, kami berpikir apabila yang terjadi adalah sebaliknya. Kami sebagai pengguna motor, bertemu dengan orang yang seperti kami. Tentu kami akan kesal. Hahaha, betapa bodohnya kami...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Isi Otomatis dari Microsoft Word

3rd Accident

Daftar Pustaka Mudah dengan Mendeley